JAKARTA - Perbincangan soal kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat di tengah masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya, apakah bahan tambahan tersebut bisa berdampak negatif pada mesin kendaraan atau menurunkan performanya?
Menurut Pakar Energi, Prof. Tri Yuswidjajanto, kekhawatiran itu sebenarnya berlebihan. Dalam program Info Sibolga Pagi, Senin 20 Oktober 2025, ia menjelaskan bahwa penggunaan etanol sebagai campuran BBM bukanlah hal baru. Campuran ini justru menjadi bagian penting dari upaya pemerintah mendukung transisi energi bersih dan berkelanjutan.
“Etanol digunakan sebagai campuran (blending) dalam upaya mendukung program energi terbarukan sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil,” ujar Prof. Tri.
Dukungan Terhadap Energi Terbarukan
Pencampuran etanol ke dalam BBM merupakan strategi global untuk mengurangi emisi karbon dan memperpanjang ketersediaan bahan bakar fosil.
Di banyak negara, produk seperti E5 hingga E10 — yakni bahan bakar dengan campuran etanol 5 hingga 10 persen — telah digunakan secara luas dan terbukti aman untuk mesin kendaraan.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan energi nasional Indonesia yang tengah mendorong penggunaan bioenergi sebagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan.
Etanol sendiri berasal dari sumber hayati seperti tebu, jagung, atau singkong, sehingga bisa diperbarui dan tidak menambah jejak karbon sebesar bahan bakar fosil.
“Selama kualitas bahan bakar sesuai standar dan penggunaannya tepat, etanol justru bisa menjadi bagian dari solusi energi ramah lingkungan tanpa mengorbankan mesin kendaraan,” tegas Prof. Tri.
Pengaruh Etanol terhadap Performa Mesin
Meskipun etanol memiliki kandungan energi lebih rendah dibandingkan bensin murni, dampaknya terhadap performa kendaraan dalam kadar rendah sangat kecil. Dalam penggunaan BBM berstandar nasional seperti E5 atau E10, perbedaan tenaga mesin nyaris tidak terasa.
Prof. Tri menjelaskan, mesin kendaraan modern yang telah menggunakan sistem injeksi bahan bakar dan dikontrol oleh ECU (Electronic Control Unit) memiliki kemampuan otomatis untuk menyesuaikan rasio udara dan bahan bakar. Dengan demikian, pembakaran tetap efisien dan performa mesin tidak terganggu.
“Mesin modern mampu menyesuaikan diri terhadap variasi kadar etanol. Jadi, selama kadar etanol masih sesuai standar pemerintah, kendaraan tetap bisa bekerja optimal,” jelasnya.
Faktor Risiko: Saat Etanol Melebihi Standar
Kendati aman, ada beberapa kondisi di mana etanol bisa menimbulkan gangguan. Salah satunya jika kandungan etanol dalam BBM melebihi batas yang ditetapkan pemerintah.
Kelebihan kadar etanol dapat menyebabkan penurunan daya bakar, dan jika kualitas penyimpanan BBM buruk, etanol yang bersifat higroskopis (mudah menyerap air) bisa memicu kontaminasi air dan korosi pada tangki atau saluran bahan bakar.
Selain itu, kendaraan dengan teknologi lama atau karburator konvensional yang tidak dirancang untuk bahan bakar campuran etanol bisa mengalami masalah seperti penurunan akselerasi atau kerusakan pada sistem bahan bakar.
“Risiko gangguan bisa saja muncul ketika kandungan etanol melebihi standar yang ditetapkan, proses penyimpanan dan distribusi BBM tidak baik, atau kendaraan yang digunakan merupakan tipe lama yang tidak kompatibel,” terang Prof. Tri.
Peran Pemerintah Menjaga Standar Mutu BBM
Untuk menghindari masalah tersebut, pemerintah telah menetapkan standar mutu BBM melalui kebijakan blending yang ketat. Setiap produk yang beredar di pasaran wajib melalui pengujian laboratorium agar kandungan etanolnya tetap stabil dan aman digunakan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama lembaga pengawasan energi juga secara rutin melakukan uji mutu dan distribusi BBM untuk memastikan produk di pasaran sesuai dengan spesifikasi nasional Indonesia (SNI).
Upaya ini penting untuk menjamin bahwa masyarakat mendapatkan bahan bakar berkualitas yang ramah lingkungan, efisien, dan tidak merusak mesin kendaraan mereka.
Manfaat Ekonomi dan Lingkungan dari Etanol
Lebih jauh, penggunaan etanol juga membawa dampak positif bagi perekonomian nasional. Dengan meningkatkan produksi etanol domestik, Indonesia dapat mengurangi impor bahan bakar fosil, menciptakan lapangan kerja di sektor pertanian, serta menumbuhkan industri bioenergi lokal.
Selain itu, etanol berperan dalam menekan emisi gas rumah kaca, mendukung target net zero emission, dan memperkuat kemandirian energi nasional.
“Etanol bukan sekadar bahan campuran, tapi bagian dari transformasi energi hijau yang membawa banyak manfaat ekonomi dan lingkungan,” ujar Prof. Tri menambahkan.
Masyarakat Tidak Perlu Khawatir
Dengan berbagai hasil riset dan penerapan di banyak negara, masyarakat diimbau untuk tidak khawatir berlebihan terhadap keberadaan etanol dalam BBM.
Selama kadar etanol sesuai dengan standar pemerintah dan sistem kendaraan terawat dengan baik, tidak ada risiko berarti terhadap performa maupun keawetan mesin.
“Etanol dalam kadar yang diatur pemerintah tidak menimbulkan bahaya bagi mesin. Masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan karena bahan bakar yang beredar sudah melalui uji mutu dan aman digunakan,” kata Prof. Tri menegaskan.
Polemik tentang etanol dalam BBM sebaiknya dipandang sebagai bagian dari proses adaptasi menuju masa depan energi yang lebih bersih.
Dengan pengawasan mutu yang ketat, penerapan teknologi kendaraan modern, dan edukasi publik yang tepat, etanol justru menjadi solusi — bukan ancaman — bagi keberlanjutan energi nasional.
Selama digunakan sesuai standar, campuran etanol dalam BBM bukan hanya aman untuk mesin, tetapi juga menjadi langkah nyata Indonesia dalam mewujudkan energi ramah lingkungan dan berkelanjutan.